MAKALAH
ANTROPOLOGI
KESEHATAN
Tentang
: Epidemiologi dan Misteri Kuru
Dosen
: Luci Riani Ginting, SKM
Disusun oleh :
PRASIANTO
PURBA
NIM : 12.21.020
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra
Lubuk Pakam
2012
KATA PENGANTAR
Puji
Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan seluruh alam, atas Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah Antropologi
tentang “Epidemiologi dan Misteri Kuru”
dengan baik sesuai waktu yang telah di sepakati bersama.
Makalah ini di susun dalam rangka
untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi yang di bimbing oleh Ibu Luci
Riani Ginting, SKM. Atas tersusunnya makalah ini banyak pihak yang ikut berpatisipasi di dalamnya sehingga
selesainya makalah ini, maka di ucapakan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu.
Isi dari makalah ini penyusun
menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan disana-sini, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Untuk itu kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan isi dari makalah tersebut sangat penyusun harapkan.
Demikian makalah ini penyusun buat
kiranya bermanfaat bagi yang memerlukannya. Penyusun berharap agar setelah
membaca makalah ini, para pembaca dapat memahami dan memberikan kritik dan
saran, guna perbaikan masa yang akan datang.
Lubuk
Pakam, November 2012
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar.......................................................................................................................
i
Daftar
Isi................................................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang....................................................................................................
1
1.2.
Rumusan
Masalah...............................................................................................
2
1.3.Manfaat
Penulisan
Makalah................................................................................
2
BAB II ISI
2.1. Pengertian Epidemiologi.....................................................................................
3
2.2. Epidemiologi dalam Bidang
Antropologi............................................................ 3
2.3. Misteri
Kuru.....................................................................................;...................
5
2.3.1. Sejarah Misteri
Kuru............................................................................
5
2.3.2. Penyakit
Kuru.......................................................................................
6
2.3.3. Pemecahan Misteri
Kuru..................................................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan.........................................................................................................
10
3.2.
Saran...................................................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar
Belakang
Pembangunan kesehatan sebagai salah
satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan,
dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi
dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan
hal yang tidak bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari.
Secara teoritis dan praktis,
antropologi kesehatan sebagai ilmu akan memberikan suatu sumbangan pada
pengemban pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya ocialm ginekologi ocial.
Bentuk dasar sumbangan keilmuan tersebut berupa pola pemikiran, cara pandang
atau bahkan membantu dengan ocialm untuk menganalisis suatu situasi kesehatan,
berdasarkan perspektif yang berbeda dengan sesuatu yang telah dikenal para
petugas kesehatan saat ini.
Antropologi mempunyai pandangan tentang
pentingnya pendekatan budaya. Budaya merupakan pedoman individual sebagai
anggota masyarakat dan bagaimana cara memandang dunia, bagaimana mengungkapkan
emosionalnya, dan bagaimana berhubungan dengan orang lain, kekuatan
supernatural atau Tuhan serta lingkungan alamnya. Budaya itu sendiri diturunkan
dari suatu generasi ke generasi selanjutnya dengan cara menggunakan ocial,
bahasa, seni, dan ritual yang dilakukan dalam perwujudan kehidupan sehari-hari.
Di sisi lain, latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang penting dalam berbagai
aspek kehidupan manusia (kepercayaan, perilaku, persepsi, emosi, bahasa, agama,
ritual, struktur keluarga, diet, pakaian, sikap terhadap sakit, dll).
Selanjutnya, hal-hal tersebut tentunya akan mempengaruhi status kesehatan
masyarakat dan pola pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat tersebut.
Sebenarnya bukan hal baru tentang suatu
pernyataan bahwa ilmu social memberikan sumbangan ke ilmu kedokteran. Dimana
berdasarkan biomedical awalnya untuk melihat manusia dari sisi penyakit,
sedangkan sociomedicine untuk melihat manusia dari korbannya sendiri.
I.2. Rumusan
Masalah
1. Apakah yang di
maksud epidemiologi kesehatan ?
2. Bagaimana
hubungan antara epidemiologi dengan antropologi?
3.
Bagaimana sejarah misteri kuru?
I.3. Manfaat
Penulisan Makalah
Manfaat dari penulisan makalah ini
ialah Dapat menhetahui hubungan antara
bidang epidemiologi dengan bidang antropologi serta mengetahui bagaimana
sejarah misteri kuru.
BAB II
ISI
II.1. Pengertian Epidemiologi
Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari Pengetahuan Ilmu Kesehatan
Masyarakat (Public Health) yang
menekankkan perhatiannya terhadap keberadaan penyakit dan masalah kesehatan
lainnya dalam masyarakat. Keberadaan penyakit masyarakat itu didekati oleh
epidemiologi secara kuantitatif. Karena itu epidemiologi akan mewujudkan
dirinya sebagai suatu metode pendekatan yang banyak memberikan perlakuan
kuantitatif dalam menjelaskan masalah kesehatan.
Menurut
asal katanya, secara etimologis, epidemiologi berati ilmu mengenai kejadian
yang menimpa penduduk. Epidemiologi berasal dari kata Yunani, di mana epi =
upon, pada atau tentang, demos = people, penduduk, logia = knowledge, ilmu. Namun
epidemiologi ini tentu sesuai dengan sejarah kelahirannya di mana epidemiologi
memberikan perhatian tentang penyakit yang mengenai penduduk.
II.2.Epidemiologi
dalam Bidang Antropologi
Ahli-ahli
antropologi yang bekerja sama dengan ahli-ahli patologi, biokima, dokter dan
ahli-ahli ekoloi. Secara singkat, epidemiologi berkenaan dengan distribusi
dalam tempat dan prevalensi atau terjadinya penyakit, sebagaimana yang
dipengaruhi oleh lingkungan alam atau lingkungan ciptaan manusia serta oleh
tingkah laku manusia. Variabel-variabel yang paling umum digunakan oleh para
ahli sosiologi dan ahli epidemiologi kedokteran dalam studi-studi mereka adalah
perbedaan umur dan jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, hubungan suku
bangsa dan kelas sosial, tingkahlaku individu, serta lingkungan alami.
Telah
dinyatakan sebagai faktor yang berperanan penting bagi distribusi dan
prevalansi berbagai penyakit. Kaum laki-laki muda Amerika, misalnya, lebih
besar kemungkinannya untuk meninggal
akibat kecelakaan daripada kaum wanita muda atau orang-orang yang lebih tua,
baik laki-laki maupun perempuan. Pekerja-pekerja pada indusrti asbes menghadapi
resiko tinggi terhadap asbestosis di paru-paru dan kanker paru-paru. Para
perokok lebih besar kemungkinannya untuk meninggal karena kanker paru-paru atau
penyakit-penyakit jantung (cardiovascular) dari pada orang-orang yang tidak merokok.
Daerah-daerah
pedalaman, terutama yang merupakan pegunungan, lebih besar kemungkinan untuk
menderita penyakit gondok jika dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di
pantai laut dan mudah memperoleh bahan makanan laut yang kaya yodium.
Para ahli
epidemiologi, kata ahli sosiologi Clausen, memandang tugas mereka sebagai
“membuat korelasi-korelasi dalam hal insiden penyakit dalam usaha menetapkan
petunjuk tentang pola-pola penyebab penyakit “ ( Clausen 1963 : 142) . Korelasi
antara penyakit-penyakit terutama ditetapkan melalui sarana berbagai survei
penduduk, untuk menemukan hubungan antara timbulnya penyakit dengan adanya
faktor-faktor biologi, fisik dan sosial. Jenis pembuktian yang terutama ingin
doperoleh adalah hubungan statis antara
faktor yang diperkirakan dengan terjadinya penyakit, (Suchman 1968 :
98).
Epidemiologi
berorientasi pada usaha mencapai suatu tujuan, dalam arti tujuan utamanya
adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan, mengurangi timbulnya semua ancaman
kesehatan.
Dalam
sejarahnya, keberhasilan epidemiologi patut di catat. Penyakit gondok misal
nya, sejak awal dinyatakan sebagai akibat dari kekurangan yodium dalam makanan,
suatu kekurangan yang mudah diatasi dengan pemberian garam beryodium. Pada
tahun 1850-an, dalam insiden pompa air terkenal di Broad Street London, Jhon
Snow menunjukkan bahwa demam tipus menyebar melalui air yang terkontaminasi,
dan bahwa orang-orang yang minum air bersih tidak akan terkena penyakit
tersebut. Penelitian pada akhir-akhir ini makin banyak menyimpulkan bahwa
proporsi tinggi dari kanker di sebabkan oleh fakto-faktor lingkungan, banyak
diantarnya dapat dikurangi atau diawasi dalam rangka menurunkan insiden dari penyakit yang mengerikan ini (Cairns
1975). Akhir “praktis” dari studi-studi
epidemiologi dibuktikan dengan kenyatan bahwa ilmu ini merupakan landasan
ilmiah bagi sebagian besar profesi kesehatan masyrakat.
Berbeda
dengan ahli-ahli sosiologi, ahli-ahli antropologi lebih menaruh minat pada ciri
epedemiologis dari penyakit-penyakit penduduk non-Eropa, termasuk yang sering
disebut sebagai sindroma “kebudayaan-khusus,” seperti histeria daerah
kutub,amok, Canabis atau psikosis ganja (misalnya Rubin dan Comitas 1976),
koro, latah, windigo dan sebagainya. Walaupun jika keadaan memungkinkan, survei
penduduk dan analisis statistik diperlukan dalam studi semacam ini, sebagaimana
pada banyak penelitian-penelitian antropologi, sampel yang segi statistiknya
dianggap sahih oleh para ilmuwan sosial lainnya, sulit dikumpulkan. Mka banyak
dari kesimpulan itu diambil dari observasi terhadap tingkahlaku dan dari
pengetahuan mengenai bentuk-bentuk budaya. Kadang-kadang , seperti halnya dalam
kausu kuru, penelitian yang dilakukan bersifat pekerjaan detektif, mencari
variabel yang bersifat persepsi, yang merupakan kunci penjelasan.
Para ahli
antropologi juga menaruh perahtian besar terhadap apa yang disebut
sebagai”epidemiologi pembangunan,” yaitu konsekuensi kesehtan yang sering
bersifat menganggu terhadap proyek-proyek pembanguan teknologi. Peningkatan
timbul nya penyakit “buta sungai” (river blindness), yang sering terjadi
setelah pembangunan danau-danau buatan, serta penyebaran penyakit bilhariziasis sebagai akibat dari
rencana-rencana irigasi, merupakan ilsutrasi dari jenis masalah epidemiologi
yang dipelajari oleh ahli-ahli antropologi di negara-negara berkembang.
II.3.
Misteri Kuru
II.3.1. Sejarah Misteri
Kuru
Pada
pertengahan tahun 1950-an, suatu penyakit baru “kuru” yang semula tidak di
kenal dalam ilmu kedokteran, ditemukan pada sekelompok penduduk yang mempunyai
kesatuan linguistik, yakni penduduk Fore Selatan di Dataran Tinggi Timur, Papua
Nugini, yang berpenduduk sekitar 15.000 jiwa. Penduduk Fore Selatan mempunyai
pola kebudayaan yang tidak berbeda dengan kelompok-kelompok penduduk pribumi
lainnya di Dataran Tinggi Timur itu. Suatu ciri yang menyolok dari pola
tersebut adalah pemisahan antara kehidupan kaum pria dan kaum wanita. Kaum pria
berdiam, makan dan tidur dalam suatu rumah laki-laki, dan menghabiskan sebagian
besar waktu mereka dalam perdebatan-perdebatan hukum adat, pertentangan,perang
dan upacara-upacara. Sementara mereka melakukan pekerjaan pokok dalam pembukaan
ladang pekerjaan-pekerjaanyang menyangkut pertanian dilakukan oleh istri-istri
mereka, yang tinggal dalam pondok-pondok kecil bulat bersama anak-anak mereka
dan ternak babi. Pada pertengahan tahun 1950-an, para wanita Fore Selatan,
seperti halnya wanita-wanita dari suku-suku tetangga mempraktekkan upacara
kanibalisme, memakan tubuh, terutama bagian otak, dari kerabat wanita mereka
yang menginggal. Setelah pemerintah mengusai Daratan Tinggi Timur tersebut,
dilakukan usaha keras untuk membasmi aspek ini dari kehidupan penduduk pribumi.
II.3.2. Penyakit Kuru
Penyakit
kuru menunjukkan karakteristik epidemiologi yang tidak lazim. Penderitaannya
sama sekali terbatas pada kaum wanita dan anak-anak saja. Walaupun kaum
laki-laki muda kadangkala terkena, hal itu tidak membahayakan kesehatan para
laki-laki dewasa. Sebaliknya , pada beberapa desa, hampir separuh dari kematian
wanita dewasa serta kematian terbesar pada anak-anak antara umur lima hingga enam belas tahun,
diakibatkan oleh penyakit kuru. Penyakit tersebut tidak dijumpai di kalangan
penduduk suku-suku tetangga, sekalipun mereka sering berhubungan, Juga tidaj
pernah ditularkan pada orang Eropa. Kaum laki-laki muda Fore Selatan yang
bekerja di luar kampungnya kadang-kadang terjangkit penyakit tersebut, tetapi
rekan-rekan sekerja mereka yang berasal dari daerah lain tidak terkena. Dari
daftar silsilah kekerabatan yang ada pada pemerintah, nampak jelas bahwa
penyakit kuru tersebut berpengaruh kuat pada garis keturunan.
Penyakit
kuru ditandai oleh deteriorisasi progresif pada pusat sistem syaraf yang
mengarah pada kelumpuhan total, dan sering kali, ketidak mampuan untuk menelan.
Kematian umumnya terjadi antara 6 sampai 12 bulan setelah munculnya
gejala-gejala pertama, tetapi kadang-kadang mencapai jangka waktu 2 tahun
lamanya, sebagai akibat dari komplikasi seperti kelaparan, radang paru-paru
atau lecet punggung-punggung (bed sore).
Belum ditemukan penobatan yang akan menahan atau menyembuhkan penyakit kuru.
Disinilah letak misteri yang perlu dipecahkan.
II.3.3. Pemecahan
Misteri Kuru
Pemecahannya ditemukan lebih dari
satu dasawarsa kemudian oleh suatu gabungan penelitian lapangan dan percobaan
di laboratorium serta wawasan para ilmuwan yang mewakili berbagai disiplin.
Seorang ahli antropologi yang merangkap ahli virus, Carleton Gajdusek,
merupakan orang pertama di kalangan peneliti-peneliti tersebut; ia telah
menyumbangkan bagian terbesar dari kehidupan profesinya untuk memecahkan
masalah ini selama bertahun-tahun, setelah ia mengunjungi Fore Selatan selama
10 bulan pada tahun 1957. Pengakuan atas pentingnya sumbangannya telah
diperolehnya ketika pada tahun 2976 dia dianugerahi Hadiah Nobel untuk
Fisiologi Kedokteran. Berbagai hipotesis yang dikemukakan untuk menjelaskan
kuru “dibacakan seakan-akan salah atu repertoire
dalam adegan sandiwara Hamlet –
yang bersifat genetik, menular, sosiologis, tingkah laku, keracunan, endrokrin,
nutrisional, immunologis” (Alpers 1970 : 134), dengan penjelasan genetika yang
paling masuk akal, mengingat kecenderungan penyakit tersebut terdapat dalam
garis kekerabatan dan terbatas pada masyarakat Fore Selatan saja. Namun
penjelasan tersebut memiliki suatu pembatasan yang serius : dibutuhkan mutasi
yang dominan atau setengah diminan yang pasti telah timbul pada seorang
individu, berabad-abad sebelum kelompok itu memiliki kemajuan yang demikian
selektif, sehingga gen itu dapat menyebar pada ribuan keturunan dari si pembawa
pertamanya. Namun suatu gen yang sangat berbahaya, seperti yang dihipotesiskan
untuk menjelaskan kuru, tidak mungkin memiliki kemampuan-kemampuan seperti
tersebut. Lagi pula menurut penuturan penduduk setempat, kuru baru timbul
pertama kali kurang lebih 50 tahun yang lalu, masih jelas diingat oleh
orang-orang tua dalam kelompok yang bersangkutan.
Kemajuan besar
diperoleh pada 1959 ketika seorang ahli epidemiologi lain mencatat persamaan
patologis antara kuru dengan penyakit domba yang dikenal dengan nama scrapie. Scrapie disebabkan oleh agen yang merembas dan menulari
domba-domba, namun berbeda halnya dengan virus-virus pada umumnya, virus ini
hanya membuahkan penyakit setelah masa inkubasi yang lama, setahun atau lebih.
“Virus infeksi yang lamban” adalah istilah yang kini digunakan bagi
penyakit-penyakit yang membentuk pola tersebut. Kenyataan mengenai daya
penularan scrapie mendorong dilakukannya
percobaan di laboratorium, pada awal tahun 1963 dilakukan penyuntikan atas
sejumlah kera simpanse (Chimpan zee)
dengan cairan otak yang dibekukan yang berasal dari penduduk pribumi yang
meninggal karena penyakit kuru. Setelah mengalami masa inkubasi yang lama,
hewan-hewan yang dijangkiti tersebut. Selanjutnya berbagai spesies kera dari
Eropa maupun Amerika terkena penyakit serupa setelah disuntuk, dengan masa
inkubasi yang lebih lama lagi. Dengan demikian kuru mempunyai ciri sebagai
penyakit makhluk manusia pertama yang disebabkan oleh virus yang bekerja secara
lamban.
Namun bukti-bukti
laboratorium dari primat, bukan manusia tidak menjelaskan perkembangan yang
aneh di kalangan penduduk Fore Selatan; penyakit kuru yang mencapai peningkatan
pesat pada tahun 1950-an mulai menurun dengan cepat pada tahun 1960-an,
sehingga pada tahun 1970-an, anak-anak pra remaja tidak lagi jatuh sakit. Juga
hal itu tidak menjelaskan mengenai distribusi kelamin yang menarik dari
penyakit kuru. Disinilah peranan karya etnografi dari pasangan Robert dan
Shirley Glasse, memasuki arena masalh ini. Mereka menemukan bahwa menurut
adat-istiadat setempat, kanibalisme di kalangan wanita Fore Selatan merupakan
hal yang baru, karena baru muncul pertama kalinya sekitar tahun 1910(yakni
bersamaan dengan munculnya penyakit tersebut). Adat tersebut yang diambil-alih
dari suku bangsa tetangga, kemudian dijadikan sebagai bagian dari upacara
kematian : kerabat-kerabat wanita dari si mati, diharuskan memasak dan memakan
otak kerabat wanita yang mati tersebut, dan sisa-sisanya diberikan kepada
anak-anak mereka, baik yang laki-laki maupun yang perempuan. Karena otak
tersebut sering tidak cukup matang dimasak, maka virus yang terdapat pada mayat
wanita korban kuru tersebut ditularkan kepada kerbat-kerabat waniita dan
anak-anak dalam keluarga. Menurunnya kasus-kasus kuru yang terakhir dengan
cepat adalah berkat keberhasilan pemerintah Australia menghapuskan kanibalisme.
Dengan kata lain, dengan berhentinya kanibalisme, dapat disumsikan bahwa penyakit
kuru lambat-laun akan hilang. Penjelasan itu sebenarnya kini telah diterima
oleh ahli-ahli epidemiologiyang menangani masalah tersebut; tetapi yang masih
harus diwajib adalah pertanyaan, dari mana asal virus itu dan bagaimana virus
tersebut tersembunyi menjelang 1910.
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari isi makalah ini adalah epidemiologi merupakan suatu
ilmu yang mempelajari bagaimana proses terjadinya suatu penyakit yang menimpa
masyarakat atau penduduk secara meluas.
Dan misteri kuru merupakan misteri suatu penyakit yang diakibatkan oleh
suatu tradisi kanibalisme di daerah Fore Selatan dimana para wanita dewasa dan
anak-anak memakan otak wanita yang meninggal yang mempunyai penyakit akibat
virus kuru.
III.2. Saran
Saran
kepada pembaca ialah setelah membaca makalah ini harus telah mengetahui apa itu
epidemiologi kesehatan dan apa itu misteri kuru serta pemecahannya dan
penyelesaiannya masalah misteri kuru tersebut.