BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pemanasan global semakin marak di promosikan.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33
± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu
rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"
melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya
30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari
negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak
setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut. Tapi apa itu
pemanasan global dan benarkah ada pemanasan global?
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka ditariklah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu pemanasan global ?
2. Benarkah ada pemanasan global?
I.3 Tujuan
Makalah
Makalah ini
bertujuan untuk:
1.
Mengetahui tentang pemanasan global.
2.
Mengetahui dan memahami benarkah ada
pemanasan global.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1
Pemanasan Global
Pemanasan global (Inggris: global warming) adalah
suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu
rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ±
0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu
rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"
melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya
30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari
negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak
setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC
menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan
oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca
pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda.
Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan
dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari
seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini
mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan
perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya
intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola
presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya
hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan
adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa
depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut
akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih
terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan
yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut
atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian
besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi
Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
II.2
Penyebab Pemanasan Global
1.
Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal
dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang
pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia
berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan
menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas
ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun
sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah
gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana
yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan
memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas
tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus
sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam
rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer,
semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala
makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat
dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah
lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca
suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan
tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan
mengakibatkan pemanasan global.
2.
Efek Umpan Balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi
oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada
penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca
seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang
menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan
akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya
suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya
lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan
balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara
hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan
balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang
panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi
objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan
kembali radiasi inframerah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek
pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan
sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek
pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan
tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian
awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim,
antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara
batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk
model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian,
umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik
uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang
digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya
kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es
yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat.
Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan
terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih
sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak
radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak
lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4
dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang
berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas
CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan
berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat
nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada
fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
3.
Variasi Matahari
Variasi
Matahari selama 30 tahun terakhir.
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari
Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat
memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini
dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari
akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan
stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati
sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi
kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat
memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai
akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas
gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri
hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa
kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan
dari Duke University memperkirakan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi
terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan
sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan
bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan
terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka
juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat
juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan
dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun,
sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini
disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika
Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya
peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun
terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07%
dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini
terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian
oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan
global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari
output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
II.3
Mengukur Pemanasan Global
(Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa)
Pada awal 1896, para ilmuwan beranggapan bahwa
membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat
meningkatkan suhu rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957
ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu
International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung
Mauna Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan
konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer
terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang
terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para ilmuwan juga telah lama menduga bahwa iklim
global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti
yang tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu
ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh
data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada
akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi
data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan
daerah perkotaan sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang
dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh
material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca
yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data
ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan
planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa
kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat
pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus
tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi
setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001,
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara
global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861.
Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas
manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi
peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun
konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap
terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan
sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun
atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.
Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli
memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga
tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era
industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun
sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang
sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang
sangat besar.
II.4
Model Iklim
Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari
beberapa model iklim berdasarkan scenario SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada
tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
Para ilmuwan telah mempelajari pemanasan global
berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan
fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa
penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini
memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang
lebih hangat. Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi
gas rumah kaca pada masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada
suatu rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian
terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan
pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun
1990 dan 2100. Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki
penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan
perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab,
baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang
cukup baik dengan perubahan suhu global hasil pengamatan selama seratus tahun
terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim. Model-model ini
tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910
hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi;
mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi
gas-gas yang dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung
iklim pada masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca,
biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on
Emissions Scenarios / SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung
dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan
umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario
A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa
studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif.
Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang
menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini,
walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini. Saat ini
juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model
iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi
Matahari.
II.5
Dampak Pemanasan Global
Para
ilmuwan menggunakan model komputer dari suhu, pola presipitasi, dan sirkulasi
atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para
ilmuwan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global
terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan
liar dan kesehatan manusia.
1.
Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan
global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan
memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan
mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di
perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan,
mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis,
bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair.
Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Suhu pada musim dingin dan
malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembap karena lebih
banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu yakin apakah
kelembapan tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang
lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca,
sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan
tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak,
sehingga akan memantulkan cahaya Matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal
ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembapan yang tinggi
akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap
derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat
sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih
sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa
daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih
kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang
memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan
dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan
terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.
2.
Peningkatan Permukaan Laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari
daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer
menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya
akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan
banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume
air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 -
10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan
lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi
kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6
persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau.
Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan
mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan.
Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi
daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan
evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat
memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan
separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan
terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun.
Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
3.
Suhu Global Cenderung Meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan
menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya
tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin
akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya
masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa
bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang
menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika
snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami,
akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan
dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
4.
Gangguan Ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit
menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai
manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub
atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari
daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi,
pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang
bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau
lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu
secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
5.
Dampak Sosial dan Politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan
munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan
kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga
akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan
peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat
menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai
dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya
disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering
muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma
psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada
penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran
penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian
Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini
berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies
vektor penyakit (eq Aedes aegypti), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih
resisten terhadap obat tertentu yang target nya adalah organisme tersebut.
Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah
akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini.
hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak
kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang /
kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran
limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne
disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang
tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit
saluran pernapasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung
dan paru kronis, dan lain-lain.
6.
Dampak Positif Pemanasan Global
IPCC (The Intergovernmental Panel on Climate Change)
didirikan oleh World Meteorological Organisation (WMO) dan The United Nations
Environment Programme (UNEP) adalah suatu lembaga panel yang terdiri dari para ilmuwan
dari seluruh dunia yang tugas utamanya adalah menganalisa bukti-bukti
scientific mengenai pemanasan global dan perubahan iklim.
IPCC dibentuk guna mengatasi isu yang sangat pelik
mengenai perubahan iklim. Para pengambil kebijakan (policy makers) membutuhkan
suatu sumber informasi yang obyektif dan akurat tentang sebab-sebab perubahan
iklim, dampaknya terhadap lingkungan, sosial ekonomi serta alternatif
penanggulangannya dan cara beradaptasi terhadap perubahan iklim.
Menurut
mereka, dampak positifnya antara lain:
1.
Potensi yang lebih tinggi pada hasil pertanian di daerah yang terletak pada
posisi lintang tengah.
2.
Potensi penambahan kayu global pada hutan yang dikelola dengan baik dan benar.
3.
Peningkatan ketersediaan air untuk populasi pada beberapa wilayah yang relatif
kering, sebagai contoh di sebagian wilayah Asia Tenggara.
4.
Pengurangan angka kematian pada musim dingin pada bumi di belahan lintang
tengah dan lintang tinggi.
5.
Pengurangan permintaan energi untuk pemanas ruangan akibat suhu udara pada
musim dingin tidak terlalu dingin.
IPCC mensimulasi perubahan iklim menggunakan
pemrograman komputer yang disebut model numerik iklim global (numerical global
climate model) atau model sirkulasi global (global circulation models atau
GCMs). Model numerik ini digunakan untuk mensimulasi perubahan iklim rata-rata
global dan membandingkannya dengan pengukuran regional secara aktual.
Menurut IPCC sendiri, mereka mengakui bahwa masih
ada ketidakpastian yang melekat pada hasil simulasi tersebut, karena hasil
pemodelan hanya merupakan proyeksi dan bukan prediksi, dan masih ada kelemahan
dalam simulasi dan pemodelan yang tidak mempunyai kemampuan (inability) untuk
memasukkan variabel radiasi sinar matahari dan debu gunung berapi dalam
persamaan matematika di dalam model.
Penting dicatat, bahwa IPCC hanya membuat skenario
dari berbagai faktor yang kemungkinan terjadi di masa depan berdasarkan pada
kecenderungan yang telah terjadi di masa lalu dan yang sedang terjadi pada saat
ini. Dan sekali lagi, skenario hanya merupakan proyeksi (projection) dan bukan
prediksi (prediction). Karena itu, proyeksi dan skenario ini bisa berubah
tergantung pada ada tidaknya perubahan yang terjadi seperti perkembangan
pengetahuan, perubahan perilaku sosial ekonomi manusia, kondisi ekonomi, dan
lain-lain.
II.6
Perdebatan Tentang Pemanasan Global
Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan
akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah
suhu benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi
tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang
keadaan pada masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti
yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen
bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan suhu. Mereka juga menunjukkan
fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa
daerah.
Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global
cenderung menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi
model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim.
Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad
ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua,
jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi
oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat
prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat
menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.
Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan
oleh besarnya polusi udara yang menyebarkan partikulat-partikulat, terutama
sulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan
sebagian sinar Matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan
akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap
polusi yang menyebabkan udara menjadi lebih bersih.
Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata
tidak seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh
lautan. Para ilmuwan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup
data untuk membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and
Atmospheric Administration (NOAA) memberikan hasil analisis baru tentang suhu
air yang diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir.
Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan: suhu
laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat
Fahrenheit) daripada suhu rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan
tetapi cukup berarti.
Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit
mendeteksi lebih sedikit pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model.
Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan
pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan
Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences
untuk membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan
lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari prediksi model
tidak dapat dijelaskan secara jelas.
II.7
Pengendalian Pemanasan Global
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat
sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang
diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global pada masa
depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil
melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim pada masa
depan.
Kerusakan yang parah dapat di atasi dengan berbagai
cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk
mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di
pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti
Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga
koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan
ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang
koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Semakin besarnya kesadaran masyarakat akan pemanasan
global, akan membuat mereka bergerak untuk melakukan pencegahan atau mengurangi
aktivitas-aktivitas yang menyebabkan pemanasan global. Oleh karena itu,
sebagian besar negara di dunia sedang mencari cara untuk dapat mengatasi
permasalahan tersebut, yang hingga saat ini belum bisa ditangani secara
signifikan.
Hal kecil namun berdampak besar yang dapat dilakukan
oleh setiap orang, ialah dengan melakukan gerakan menanam pohon kembali.
Seperti kita ketahui, pohon dapat menyerap gas karbondioksida di udara,
sehingga mengurangi peningkatan suhu yang terjadi di atmosfer.
Selain dengan menanam pohon kembali, hal mudah dan
murah yang dapat dilakukan oleh setiap orang yaitu dengan cara bepergian yang
ramah lingkungan. Artinya, berusaha untuk bepergian dengan berjalan kaki atau
menggunakan kendaraan yang bebas bahan bakar, seperti sepeda. Tidak menggunakan
mobil pribadi, atau bahkan pesawat pribadi jika hanya berpenumpang 1-2 orang
saja. Serta, mengusahakan diri untuk terbiasa menggunakan angkutan umum.
Melakukan kegiatan positif yang biasa kita sebut
dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Misalnya, menghindari penggunaan tas
plastik saat berbelanja, dan memilih menggunakan tas kain yang ramah lingkungan
serta dapat digunakan berulang-ulang. Selain itu, dapat pula dengan mendaur
ulang kertas atau plastik yang sudah tidak terpakai menjadi barang-barang yang
dapat dimanfaatkan kembali, seperti untuk hiasan dan lainnya.
Hal lain yang dapat kita lakukan ialah mematikan
alat elektronik saat tidak digunakan (contoh: TV dan lampu), dan tidak
membiarkannya dalam keadaan stand by. Sebaiknya kita mencabut aliran listrik
pada TV dan lampu saat malam hari sebelum kita tidur. Alat-alat elektronik yang
kita biarkan dalam keadaan switch off atau mungkin stand by ternyata masih berpotensi
menggunakan energi.
Untuk mengatasi pemanasan global memang diperlukan
usaha yang sangat keras dan butuh waktu yang sangat lama. Namun, kita bisa
mengurangi efeknya dengan mulai melakukan hal-hal yang ramah lingkungan untuk
menyelamatkan Bumi. Sayangnya, kurangnya sosialisasi dan kepekaan masyarakat
terhadap Bumi ini lah yang turut menjadi penghambat upaya penyelamatan Bumi
kita yang sedang marah ini.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin
bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke
atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain.
Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi
produksi gas rumah kaca.
1.
Menghilangkan Karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon
dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih
banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap
karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan
menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan
telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh
kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk
kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah
tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang
berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara
langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke
sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat
Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini
di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal
ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia,
dimana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan
diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah
pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat
pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi
sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada
pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di
dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini
sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang
dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila
dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun
demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi
pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial
karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, tetapi tidak melepas
karbon dioksida sama sekali.
2.
Persetujuan Internasional
Kerjasama internasional diperlukan untuk
mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Pada tahun 1992, pada Earth Summit
di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas
rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian
yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan
yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.
Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan,
menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling
besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke
tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai
paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk
melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga
7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang
lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara
lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen
dalam pengurangan emisi gas.
Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika
Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan bahwa perjanjian untuk
pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar. Ia juga
menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang tidak dibebani
dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini. Kyoto Protokol tidak
berpengaruh apa-apa bila negara-negara industri yang bertanggung jawab
menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak
meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden
Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk
berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.
Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu
lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit
mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu
tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara
berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari
emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang
sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama
dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan
lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini
mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto
dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi.
Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya
sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan
dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan
proses industri yang lebih effisien.
Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang
ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah
dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti sulit
dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor
lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal untuk
memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon dioksida.
Setelah tahun 1997, para perwakilan dari
penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu
yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib
diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para
negoisator merancang sistem dimana suatu negara yang memiliki program
pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi
yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon.
Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda,
dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang
lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem
ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah
kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih
dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual
kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni
Eropa.
BAB III
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
Pemanasan global (Inggris: global
warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan
daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ±
0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Tetapi kebenaran
pemanasan global masih harus dipertanyakan kembali. Karena setelah dikaji
kembali beberapa ilmuan dunia yang menangani lingkungan tidak pernah ikut dalam
aksi-aksi yang diselenggarakanan untuk mencegah pemanasan global.
III.2
Saran
Perlu dilakukan investigasi kembali
tentang kebenaran pemanasan global walaupun apa yang dikatakan akibat dari
pemanasan global sudah kita rasakan. Tepapi masih banyak kejanggalan dari isu
pemanasan global ini. Tapi di luar isu pemanasan global, kita juga harus bisa
merawat bumi kita untuk kelanjutan bumi kedepannya. Dengan usaha-usaha
penanaman pohon kembali, melakukan 3R, mengurangi pemakaian listrik dan bahan
bakar yang berlebihan dan upaya-upaya lainnya untuk menjaga bumi kita dari
kehancuran di usianya yang semakin tua.
Daftar
Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global
http://www.alpensteel.com/article/108-230-pemanasan-global/1582--penyebab-pemanasan-global-pada-bumi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar