Informasi Terfavorit

Kamis, 13 Desember 2012

Makalah Antropologi tentang "Epidemiologi dan Misteri Kuru"


MAKALAH
ANTROPOLOGI KESEHATAN
Tentang : Epidemiologi dan Misteri Kuru
Dosen : Luci Riani Ginting, SKM



stikes.bmp
 















Disusun oleh :


PRASIANTO PURBA
NIM : 12.21.020







Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra
Lubuk Pakam
2012
KATA PENGANTAR


Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan seluruh alam, atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah Antropologi tentang “Epidemiologi dan Misteri Kuru” dengan baik sesuai waktu yang telah di sepakati bersama.
            Makalah ini di susun dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi yang di bimbing oleh Ibu Luci Riani Ginting, SKM. Atas tersusunnya makalah ini banyak pihak yang  ikut berpatisipasi di dalamnya sehingga selesainya makalah ini, maka di ucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
            Isi dari makalah ini penyusun menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan disana-sini, baik secara kualitas maupun kuantitas. Untuk itu kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan isi dari makalah tersebut sangat penyusun harapkan.
            Demikian makalah ini penyusun buat kiranya bermanfaat bagi yang memerlukannya. Penyusun berharap agar setelah membaca makalah ini, para pembaca dapat memahami dan memberikan kritik dan saran, guna perbaikan masa yang akan datang.


Lubuk Pakam, November 2012


Penyusun






i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
1.3.Manfaat Penulisan Makalah................................................................................ 2
BAB II ISI
            2.1. Pengertian Epidemiologi..................................................................................... 3
            2.2. Epidemiologi dalam Bidang Antropologi............................................................ 3
            2.3. Misteri Kuru.....................................................................................;................... 5
                        2.3.1. Sejarah Misteri Kuru............................................................................ 5
                        2.3.2. Penyakit Kuru....................................................................................... 6
                        2.3.3. Pemecahan Misteri Kuru..................................................................... 7
BAB III PENUTUP
            3.1. Kesimpulan......................................................................................................... 10
            3.2. Saran................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
 BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari.
Secara teoritis dan praktis, antropologi kesehatan sebagai ilmu akan memberikan suatu sumbangan pada pengemban pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya ocialm ginekologi ocial. Bentuk dasar sumbangan keilmuan tersebut berupa pola pemikiran, cara pandang atau bahkan membantu dengan ocialm untuk menganalisis suatu situasi kesehatan, berdasarkan perspektif yang berbeda dengan sesuatu yang telah dikenal para petugas kesehatan saat ini.
Antropologi mempunyai pandangan tentang pentingnya pendekatan budaya. Budaya merupakan pedoman individual sebagai anggota masyarakat dan bagaimana cara memandang dunia, bagaimana mengungkapkan emosionalnya, dan bagaimana berhubungan dengan orang lain, kekuatan supernatural atau Tuhan serta lingkungan alamnya. Budaya itu sendiri diturunkan dari suatu generasi ke generasi selanjutnya dengan cara menggunakan ocial, bahasa, seni, dan ritual yang dilakukan dalam perwujudan kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia (kepercayaan, perilaku, persepsi, emosi, bahasa, agama, ritual, struktur keluarga, diet, pakaian, sikap terhadap sakit, dll). Selanjutnya, hal-hal tersebut tentunya akan mempengaruhi status kesehatan masyarakat dan pola pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat tersebut.
Sebenarnya bukan hal baru tentang suatu pernyataan bahwa ilmu social memberikan sumbangan ke ilmu kedokteran. Dimana berdasarkan biomedical awalnya untuk melihat manusia dari sisi penyakit, sedangkan sociomedicine untuk melihat manusia dari korbannya sendiri.

I.2. Rumusan Masalah
1. Apakah yang di maksud epidemiologi kesehatan ?
2. Bagaimana hubungan antara epidemiologi dengan antropologi?
            3. Bagaimana sejarah misteri kuru?

I.3. Manfaat Penulisan Makalah
            Manfaat dari penulisan makalah ini ialah Dapat menhetahui hubungan antara  bidang epidemiologi dengan bidang antropologi serta mengetahui bagaimana sejarah misteri kuru.




BAB II
ISI
II.1. Pengertian Epidemiologi
            Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari Pengetahuan Ilmu Kesehatan Masyarakat (Public Health) yang menekankkan perhatiannya terhadap keberadaan penyakit dan masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat. Keberadaan penyakit masyarakat itu didekati oleh epidemiologi secara kuantitatif. Karena itu epidemiologi akan mewujudkan dirinya sebagai suatu metode pendekatan yang banyak memberikan perlakuan kuantitatif dalam menjelaskan masalah kesehatan.
            Menurut asal katanya, secara etimologis, epidemiologi berati ilmu mengenai kejadian yang menimpa penduduk. Epidemiologi berasal dari kata Yunani, di mana epi = upon, pada atau tentang, demos = people, penduduk, logia = knowledge, ilmu. Namun epidemiologi ini tentu sesuai dengan sejarah kelahirannya di mana epidemiologi memberikan perhatian tentang penyakit yang mengenai penduduk.

II.2.Epidemiologi dalam Bidang Antropologi
Ahli-ahli antropologi yang bekerja sama dengan ahli-ahli patologi, biokima, dokter dan ahli-ahli ekoloi. Secara singkat, epidemiologi berkenaan dengan distribusi dalam tempat dan prevalensi atau terjadinya penyakit, sebagaimana yang dipengaruhi oleh lingkungan alam atau lingkungan ciptaan manusia serta oleh tingkah laku manusia. Variabel-variabel yang paling umum digunakan oleh para ahli sosiologi dan ahli epidemiologi kedokteran dalam studi-studi mereka adalah perbedaan umur dan jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, hubungan suku bangsa dan kelas sosial, tingkahlaku individu, serta lingkungan alami.
Telah dinyatakan sebagai faktor yang berperanan penting bagi distribusi dan prevalansi berbagai penyakit. Kaum laki-laki muda Amerika, misalnya, lebih besar  kemungkinannya untuk meninggal akibat kecelakaan daripada kaum wanita muda atau orang-orang yang lebih tua, baik laki-laki maupun perempuan. Pekerja-pekerja pada indusrti asbes menghadapi resiko tinggi terhadap asbestosis di paru-paru dan kanker paru-paru. Para perokok lebih besar kemungkinannya untuk meninggal karena kanker paru-paru atau penyakit-penyakit jantung (cardiovascular) dari pada orang-orang yang tidak merokok.
Daerah-daerah pedalaman, terutama yang merupakan pegunungan, lebih besar kemungkinan untuk menderita penyakit gondok jika dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di pantai laut dan mudah memperoleh bahan makanan laut yang kaya yodium.
Para ahli epidemiologi, kata ahli sosiologi Clausen, memandang tugas mereka sebagai “membuat korelasi-korelasi dalam hal insiden penyakit dalam usaha menetapkan petunjuk tentang pola-pola penyebab penyakit “ ( Clausen 1963 : 142) . Korelasi antara penyakit-penyakit terutama ditetapkan melalui sarana berbagai survei penduduk, untuk menemukan hubungan antara timbulnya penyakit dengan adanya faktor-faktor biologi, fisik dan sosial. Jenis pembuktian yang terutama ingin doperoleh adalah hubungan statis antara  faktor yang diperkirakan dengan terjadinya penyakit, (Suchman 1968 : 98).
Epidemiologi berorientasi pada usaha mencapai suatu tujuan, dalam arti tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan, mengurangi timbulnya semua ancaman kesehatan.
Dalam sejarahnya, keberhasilan epidemiologi patut di catat. Penyakit gondok misal nya, sejak awal dinyatakan sebagai akibat dari kekurangan yodium dalam makanan, suatu kekurangan yang mudah diatasi dengan pemberian garam beryodium. Pada tahun 1850-an, dalam insiden pompa air terkenal di Broad Street London, Jhon Snow menunjukkan bahwa demam tipus menyebar melalui air yang terkontaminasi, dan bahwa orang-orang yang minum air bersih tidak akan terkena penyakit tersebut. Penelitian pada akhir-akhir ini makin banyak menyimpulkan bahwa proporsi tinggi dari kanker di sebabkan oleh fakto-faktor lingkungan, banyak diantarnya dapat dikurangi atau diawasi dalam rangka menurunkan insiden  dari penyakit yang mengerikan ini (Cairns 1975). Akhir  “praktis” dari studi-studi epidemiologi dibuktikan dengan kenyatan bahwa ilmu ini merupakan landasan ilmiah bagi sebagian besar profesi kesehatan masyrakat.
Berbeda dengan ahli-ahli sosiologi, ahli-ahli antropologi lebih menaruh minat pada ciri epedemiologis dari penyakit-penyakit penduduk non-Eropa, termasuk yang sering disebut sebagai sindroma “kebudayaan-khusus,” seperti histeria daerah kutub,amok, Canabis atau psikosis ganja (misalnya Rubin dan Comitas 1976), koro, latah, windigo dan sebagainya. Walaupun jika keadaan memungkinkan, survei penduduk dan analisis statistik diperlukan dalam studi semacam ini, sebagaimana pada banyak penelitian-penelitian antropologi, sampel yang segi statistiknya dianggap sahih oleh para ilmuwan sosial lainnya, sulit dikumpulkan. Mka banyak dari kesimpulan itu diambil dari observasi terhadap tingkahlaku dan dari pengetahuan mengenai bentuk-bentuk budaya. Kadang-kadang , seperti halnya dalam kausu kuru, penelitian yang dilakukan bersifat pekerjaan detektif, mencari variabel yang bersifat persepsi, yang merupakan kunci penjelasan.
Para ahli antropologi juga menaruh perahtian besar terhadap apa yang disebut sebagai”epidemiologi pembangunan,” yaitu konsekuensi kesehtan yang sering bersifat menganggu terhadap proyek-proyek pembanguan teknologi. Peningkatan timbul nya penyakit “buta sungai” (river blindness), yang sering terjadi setelah pembangunan danau-danau buatan, serta penyebaran penyakit bilhariziasis sebagai akibat dari rencana-rencana irigasi, merupakan ilsutrasi dari jenis masalah epidemiologi yang dipelajari oleh ahli-ahli antropologi di negara-negara berkembang.       
                  
II.3. Misteri Kuru

            II.3.1. Sejarah Misteri Kuru
Pada pertengahan tahun 1950-an, suatu penyakit baru “kuru” yang semula tidak di kenal dalam ilmu kedokteran, ditemukan pada sekelompok penduduk yang mempunyai kesatuan linguistik, yakni penduduk Fore Selatan di Dataran Tinggi Timur, Papua Nugini, yang berpenduduk sekitar 15.000 jiwa. Penduduk Fore Selatan mempunyai pola kebudayaan yang tidak berbeda dengan kelompok-kelompok penduduk pribumi lainnya di Dataran Tinggi Timur itu. Suatu ciri yang menyolok dari pola tersebut adalah pemisahan antara kehidupan kaum pria dan kaum wanita. Kaum pria berdiam, makan dan tidur dalam suatu rumah laki-laki, dan menghabiskan sebagian besar waktu mereka dalam perdebatan-perdebatan hukum adat, pertentangan,perang dan upacara-upacara. Sementara mereka melakukan pekerjaan pokok dalam pembukaan ladang pekerjaan-pekerjaanyang menyangkut pertanian dilakukan oleh istri-istri mereka, yang tinggal dalam pondok-pondok kecil bulat bersama anak-anak mereka dan ternak babi. Pada pertengahan tahun 1950-an, para wanita Fore Selatan, seperti halnya wanita-wanita dari suku-suku tetangga mempraktekkan upacara kanibalisme, memakan tubuh, terutama bagian otak, dari kerabat wanita mereka yang menginggal. Setelah pemerintah mengusai Daratan Tinggi Timur tersebut, dilakukan usaha keras untuk membasmi aspek ini dari kehidupan penduduk pribumi.

II.3.2. Penyakit Kuru
Penyakit kuru menunjukkan karakteristik epidemiologi yang tidak lazim. Penderitaannya sama sekali terbatas pada kaum wanita dan anak-anak saja. Walaupun kaum laki-laki muda kadangkala terkena, hal itu tidak membahayakan kesehatan para laki-laki dewasa. Sebaliknya , pada beberapa desa, hampir separuh dari kematian wanita dewasa serta kematian terbesar pada anak-anak  antara umur lima hingga enam belas tahun, diakibatkan oleh penyakit kuru. Penyakit tersebut tidak dijumpai di kalangan penduduk suku-suku tetangga, sekalipun mereka sering berhubungan, Juga tidaj pernah ditularkan pada orang Eropa. Kaum laki-laki muda Fore Selatan yang bekerja di luar kampungnya kadang-kadang terjangkit penyakit tersebut, tetapi rekan-rekan sekerja mereka yang berasal dari daerah lain tidak terkena. Dari daftar silsilah kekerabatan yang ada pada pemerintah, nampak jelas bahwa penyakit kuru tersebut berpengaruh kuat pada garis keturunan.
Penyakit kuru ditandai oleh deteriorisasi progresif pada pusat sistem syaraf yang mengarah pada kelumpuhan total, dan sering kali, ketidak mampuan untuk menelan. Kematian umumnya terjadi antara 6 sampai 12 bulan setelah munculnya gejala-gejala pertama, tetapi kadang-kadang mencapai jangka waktu 2 tahun lamanya, sebagai akibat dari komplikasi seperti kelaparan, radang paru-paru atau lecet punggung-punggung (bed sore). Belum ditemukan penobatan yang akan menahan atau menyembuhkan penyakit kuru. Disinilah letak misteri yang perlu dipecahkan.

II.3.3. Pemecahan Misteri Kuru
            Pemecahannya ditemukan lebih dari satu dasawarsa kemudian oleh suatu gabungan penelitian lapangan dan percobaan di laboratorium serta wawasan para ilmuwan yang mewakili berbagai disiplin. Seorang ahli antropologi yang merangkap ahli virus, Carleton Gajdusek, merupakan orang pertama di kalangan peneliti-peneliti tersebut; ia telah menyumbangkan bagian terbesar dari kehidupan profesinya untuk memecahkan masalah ini selama bertahun-tahun, setelah ia mengunjungi Fore Selatan selama 10 bulan pada tahun 1957. Pengakuan atas pentingnya sumbangannya telah diperolehnya ketika pada tahun 2976 dia dianugerahi Hadiah Nobel untuk Fisiologi Kedokteran. Berbagai hipotesis yang dikemukakan untuk menjelaskan kuru “dibacakan seakan-akan salah atu repertoire dalam adegan sandiwara Hamlet – yang bersifat genetik, menular, sosiologis, tingkah laku, keracunan, endrokrin, nutrisional, immunologis” (Alpers 1970 : 134), dengan penjelasan genetika yang paling masuk akal, mengingat kecenderungan penyakit tersebut terdapat dalam garis kekerabatan dan terbatas pada masyarakat Fore Selatan saja. Namun penjelasan tersebut memiliki suatu pembatasan yang serius : dibutuhkan mutasi yang dominan atau setengah diminan yang pasti telah timbul pada seorang individu, berabad-abad sebelum kelompok itu memiliki kemajuan yang demikian selektif, sehingga gen itu dapat menyebar pada ribuan keturunan dari si pembawa pertamanya. Namun suatu gen yang sangat berbahaya, seperti yang dihipotesiskan untuk menjelaskan kuru, tidak mungkin memiliki kemampuan-kemampuan seperti tersebut. Lagi pula menurut penuturan penduduk setempat, kuru baru timbul pertama kali kurang lebih 50 tahun yang lalu, masih jelas diingat oleh orang-orang tua dalam kelompok yang bersangkutan.
                        Kemajuan besar diperoleh pada 1959 ketika seorang ahli epidemiologi lain mencatat persamaan patologis antara kuru dengan penyakit domba yang  dikenal dengan nama scrapie. Scrapie disebabkan oleh agen yang merembas dan menulari domba-domba, namun berbeda halnya dengan virus-virus pada umumnya, virus ini hanya membuahkan penyakit setelah masa inkubasi yang lama, setahun atau lebih. “Virus infeksi yang lamban” adalah istilah yang kini digunakan bagi penyakit-penyakit yang membentuk pola tersebut. Kenyataan mengenai daya penularan scrapie mendorong dilakukannya percobaan di laboratorium, pada awal tahun 1963 dilakukan penyuntikan atas sejumlah kera simpanse (Chimpan zee) dengan cairan otak yang dibekukan yang berasal dari penduduk pribumi yang meninggal karena penyakit kuru. Setelah mengalami masa inkubasi yang lama, hewan-hewan yang dijangkiti tersebut. Selanjutnya berbagai spesies kera dari Eropa maupun Amerika terkena penyakit serupa setelah disuntuk, dengan masa inkubasi yang lebih lama lagi. Dengan demikian kuru mempunyai ciri sebagai penyakit makhluk manusia pertama yang disebabkan oleh virus yang bekerja secara lamban.
                        Namun bukti-bukti laboratorium dari primat, bukan manusia tidak menjelaskan perkembangan yang aneh di kalangan penduduk Fore Selatan; penyakit kuru yang mencapai peningkatan pesat pada tahun 1950-an mulai menurun dengan cepat pada tahun 1960-an, sehingga pada tahun 1970-an, anak-anak pra remaja tidak lagi jatuh sakit. Juga hal itu tidak menjelaskan mengenai distribusi kelamin yang menarik dari penyakit kuru. Disinilah peranan karya etnografi dari pasangan Robert dan Shirley Glasse, memasuki arena masalh ini. Mereka menemukan bahwa menurut adat-istiadat setempat, kanibalisme di kalangan wanita Fore Selatan merupakan hal yang baru, karena baru muncul pertama kalinya sekitar tahun 1910(yakni bersamaan dengan munculnya penyakit tersebut). Adat tersebut yang diambil-alih dari suku bangsa tetangga, kemudian dijadikan sebagai bagian dari upacara kematian : kerabat-kerabat wanita dari si mati, diharuskan memasak dan memakan otak kerabat wanita yang mati tersebut, dan sisa-sisanya diberikan kepada anak-anak mereka, baik yang laki-laki maupun yang perempuan. Karena otak tersebut sering tidak cukup matang dimasak, maka virus yang terdapat pada mayat wanita korban kuru tersebut ditularkan kepada kerbat-kerabat waniita dan anak-anak dalam keluarga. Menurunnya kasus-kasus kuru yang terakhir dengan cepat adalah berkat keberhasilan pemerintah Australia menghapuskan kanibalisme. Dengan kata lain, dengan berhentinya kanibalisme, dapat disumsikan bahwa penyakit kuru lambat-laun akan hilang. Penjelasan itu sebenarnya kini telah diterima oleh ahli-ahli epidemiologiyang menangani masalah tersebut; tetapi yang masih harus diwajib adalah pertanyaan, dari mana asal virus itu dan bagaimana virus tersebut tersembunyi menjelang 1910.




BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil dari isi makalah ini adalah epidemiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari bagaimana proses terjadinya suatu penyakit yang menimpa masyarakat atau penduduk secara meluas.
Dan misteri kuru merupakan misteri suatu penyakit yang diakibatkan oleh suatu tradisi kanibalisme di daerah Fore Selatan dimana para wanita dewasa dan anak-anak memakan otak wanita yang meninggal yang mempunyai penyakit akibat virus kuru.


III.2. Saran
            Saran kepada pembaca ialah setelah membaca makalah ini harus telah mengetahui apa itu epidemiologi kesehatan dan apa itu misteri kuru serta pemecahannya dan penyelesaiannya masalah misteri kuru tersebut.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar